Baca Juga :
Foto: Edi s Eka jati
Dipati Ukur antara pahlawan dan pemberontak
Sejak abad ke 16 tatar Priangan berada dibawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Termasuk wilayah Tatar ukur yang berada disekitar Dayehkolot Bandung sekarang.
Yang jadi Bupatinya waktu itu adalah Senopati Wangsanata atau yang lebih dikenal dengan Dipati ukur.
Saat terjadi konflik Mataram - VOC sultan Agung mengirim surat perintah tertanggal 12 Juli 1628 yang isinya adalah memerintahkan pasukan Dipati ukur untuk menyerang Batavia. Dalam SOP nya, pada pertengahan Oktober 1628 Pasukan Dipatiukur harus sudah berada di Kerawang untuk menunggu pasukan Mataram yang didatangkan dari Kartasura
Lalu pasukan Gabungan Priangan dan Jawa itu akan bergabung dan sama-sama bergerak menyrang Batavia.Tapi setelah seminggu menunggu pasukan Jawa tak kunjung datang.
Karena logistik mulai menipis akhirnya Dipati ukur memutuskan untuk mulai mendahului menyerang Batavia.
Dua hari setelah kepergian pasukan Priangan ke Batavia pasukan dari Jawa datang ke Kerawang. Mendapati pasukan Priangan telah bergerak terlebih dulu pasukan dari Jawa marah dan merasa didahului.
Alih-alih membantu menggempur VOC pasukan Jawa malah balik memusuhi pasukan Priangan yang mulai terdesak, karena kalah dalam persenjataan.
Untuk menghindari lebih banyak Korban Dipati ukur menarik mundur pasukannya kembali ke Tatar Ukur, untuk melakukan konsolidasi dan menyiapkan serangan yang lebih terkoordinasi.
Tapi ternyata sesampainya di Tatar ukur Dipati ukur mendengar kabar yang tak mengenakan para gadis tatar ukur termasuk istrinya Saribandon menjadi korban perlakuan cabul para utusan Mataram. Dipatiukur marah, semua utusan Mataram dihabisi hanya satu yang lolos dan pergi ke Mataram dan memberikan laporan bernada provokatif pada sultan Agung kalau Dipati Ukur akan berontak.
Sadar perang didepan mata Dipatiukur segera menggalang kekuatan dengan mengajak para bupati Priangan untuk bergabung melawan Mataram, sebagian ada yang pro tapi sebagian ada juga yang kontra, diantaranya yang ikut bergabung adalah Karawang, Ciasem, sagalaherang, Taraju (Dalem Yudanegara), Pamanukan, Sumedang ,Limbangan Dan Malangbong.
Dan yang Kontra adalah daerah disekitar Sukapura , seperti Sindang Kasih,Cihaurbeuti dan Sukakerta.
Mendapat kabar tatar Priangan akan berontak pada Mataram Sultan Agung Mengirim Pasukannya untuk menumpas Dipatiukur dan pengikutnya.
Perang pun berlangsung pada saat saat awal peperangan pasukan Mataram selalu terpukul mundur, karena pasukan Dipatiukur unggul dalam penguasaan Medan
Bukan hanya itu saja wabah To,un yang melanda Priangan waktu itu membuat pasukan Mataram banyak yang terpapar dan Tewas.
Seperti yang dialami saat ratusan pasukan Mataram yang akan menyerang Taraju 80 orang anggotanya terkena To,un dan tewas diperjalanan di sekitar Rawaonom Puspahiang sekarang, dan makamnya sampai sekarang masih bisa dijumpai di hutan Joglo Kaler, kemudian sisa- sisa pasukan Mataram itu sebagian menetap disana dan menjadi generasi pertama penduduk yang menempati wilayah Puspahiang dan sekitarnya.
Para bupati yang menentang pemberontakan Dipati ukur ikut bertempur melawan pasukanya, dan beberapa orang membocorkan kelemahan Dipati ukur
Akhirnya dalam perang jago duel Antara Dipatiukur dan Jalasena, seorang jawara asal Galuh, Dipatiukur bisa dilumpuhkan dan diringkus disekitar daerah Cilin
Kemudian beberapa bupati yang pro Mataram termasuk dalem Wiradadaha I bupati pertama Sukapura membawanya ke Mataram.
Setelah melalui pengadilan singkat Dipati ukur dieksekusi dengan dipenggal kepalanya di
alun - alun Mataram.
Para bupati yang ikut membantu menumpas pemberontakan Dipati ukur mendapat penghargaan dan wilayah kekuasaan dari sultan Agung termasuk Gelar seperti Wiradadaha ,Wira artinya prajurit Dadaha artinya pemberani.
Karena keberaniannya menentang hegemoni Mataram ditatar priangan Dipatiukur dijadikan nama ruas Jalan di kota Bandung.
Wira Dadaha juga di abadikan jadi nama stadion di Kota Tasikmalaya.
Sedangkan Sultan agung jadi salah satu pahlawan Nasional.
Sejarah bandoeng tempo dulu.
Edi s Eka jati
Post a Comment